Rabu, 10 Juni 2015

Indonesiaku






Tentang Indonesiaku, Indonesiamu, dan  Indonesia kita. Negara yang terdiri atas sembilan huruf ini katanya adalah Negara kaya. Kaya hasil bumi. Di daratan maupun lautan. Bahkan kekayaan itu tersimpan sampai ke dalam perutnya. Dan juga sampai pada  muntahan gunung yang berapi pun mengandung sesuatu yang bisa dimanfaatkan.
Kayanya alam Indonesia ternyata tak berjalan seiring dengan kekayaan para penghuninya. Para manusia di Indonesia bukan orang-orang yang hidup dengan harta melimpah. Ada sebagian, tapi hanya sedikit. Sisanya adalah orang-orang yang hidup biasa-biasa saja. Dan yang lebih banyak lagi adalah orang yang hidup luar biasa, hidup dalam kekurangan, baik pakan maupun pangan. Hingga  untuk pendidikan, bagi sebagian mereka adalah sesuatu yang mahal.
Pasti kita bertanya dalam hati, kenapa hal ini bisa terjadi. Kenapa negeri kaya yang katanya dulu adalah “Atlantis” yang menjadi pusat peradaban dunia, sekarang malah dihuni oleh orang-orang yang tidak berdaya? Pasti kita sebagai manusia berakal pun bertanya, Kenapa orang-orang yang hidup di tanah surga malah hidup menderita?
Sudah menjadi rahasia umum. Kekayaan Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian orang saja. Hasil bumi Indonesia hanya dikuasai oleh para penguasa. Oleh  pemimpin yang jago  dan ahli dalam berpolitik.
Seperti yang di tuliskan oleh Panji Pragiwaksono dalam bukunya yang berjudul “Berani Mengubah”, diungkapkan bahwa kita yang hidup hari ini merupakan dampak dari suatu politik.  Hari ini kita hidup atas keputusan-keputusan politik. Sosok yang terkenal karena Stand Up komedi ini membayangkan jika seandainya para penguasa di Indonesia membuat keputusan yang mengadakan pemungutan pajak BBM, maka kebanyakan orang Indonesia akan lebih memilih menggunakan kendaraan umum dibanding menggunakan kendaraan pribadi.
Contoh sederhana di atas telah nyata memberikan kepahaman kepada kita bahwa semua keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah yang tak terlepas dari politik yang memberikan pengaruh yang signifikan kepada kita sebagai rakyat biasa. Memang kita tidak dipaksa untuk menggunakan kendaraan umum, tapi secara tidak langsung karena banyaknya uang yang akan dikeluarkan untuk membayar pajak BBM akan membuat kita berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Jadi, dengan adanya kesadaran kita bahwa kita  hidup atas keputusan politik, maka dalam buku ini juga Pandji mengungkapkan bahwa kita harus peduli dengan politik. Meskipun kita melarat karena kebijakan politik, tapi itu tak harus membuat kita membencinya. Karena jikalau kita membenci politik itu dan mencoba untuk tidak peduli, maka kita sebagai orang-orang yang tidak mengerti politik akan lebih melarat lagi karena akan selalu menjadi korban orang-orang yang mengerti dan memainkan politik.
Jadi agar kita tidak bisa dibodoh-bodohi orang orang yang ahli politik, maka mulai sekarang kita harus belajar tentang politik. Meski kita bukan seseorang yang sekolah atau orang yang menuntut ilmu di bidang politik, setidaknya dengan melihat media umum seperti koran dan televisi bisa membuat kita tahu apa yang sedang terjadi di dunia perpolitikan di Indonesia. Dan jika kita telah banyak tahu, maka kita pun bisa menganalisis, siapa yang politiknya kotor dan siapa yang politiknya bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar